INFO7.ID, TANGERANG | Kasus dugaan premanisme yang mengatasnamakan kolektor eksternal dari PT Solusi Prima Utama memasuki babak baru. Insiden yang terjadi pada Senin (10/02/2025) sekitar pukul 19.30 WIB ini menimbulkan pertanyaan besar terkait prosedur hukum dalam proses penarikan kendaraan.
Peristiwa ini menimpa sebuah kendaraan Mitsubishi FE Colt Diesel tahun 2022 dengan nomor polisi A 8897 ZT. Sekitar 15 orang pelaku secara brutal mencegat kendaraan tersebut di turunan jembatan Bogeg, Kota Serang. Meskipun pengemudi berusaha mempertahankan haknya, kelompok yang mengaku sebagai kolektor eksternal tetap memaksa mengambil kendaraan tersebut. Aksi ini lebih menyerupai tindakan begal berseragam ketimbang prosedur penarikan resmi. Tak hanya kendaraan, para pelaku juga mengambil barang-barang milik korban, termasuk surat jalan, uang tunai Rp 2.000.000, serta bak mobil yang digunakan korban.
Sebelum insiden ini terjadi, korban, Jeppy, telah berkomunikasi dengan Doni, seorang Master Collection Cabang, untuk meminta arahan terkait tunggakan pembayaran. Dalam percakapan tersebut, Doni bahkan sempat meyakinkan bahwa situasi aman. Namun, kenyataannya, mobil tetap ditarik secara paksa di jalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya ini bukan maling, saya beli mobil ini dengan uang saya sendiri,” ujar Jeppy mengenang insiden tersebut.
Pada Senin (17/02/2025), Jeppy bersama kuasa hukumnya, Andri Setiawan, SH, mendatangi kantor PT Dipo Star Finance di Kota Sukabumi guna meminta klarifikasi. Namun, pihak PT Dipo Star Finance awalnya enggan mengonfirmasi adanya kerja sama dengan PT Solusi Prima Utama. Setelah didesak dengan bukti-bukti, akhirnya Wilda, perwakilan PT Dipo Star Finance, mengakui keberadaan Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Solusi Prima Utama. “Iya, betul. PT Dipo Star Finance memang bekerja sama dengan PT Solusi Prima Utama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wilda mengungkapkan bahwa “Unit ada di JBA Balai Lelang Jakarta Raya.” Pernyataan ini justru semakin memperuncing persoalan, karena menunjukkan kendaraan telah dialihkan tanpa prosedur yang jelas.
Kuasa hukum korban kemudian meminta pernyataan tertulis dari PT Dipo Star Finance. Dalam pertemuan via panggilan WhatsApp dengan Arif, Kepala Cabang PT Dipo Star Finance, permintaan tersebut kembali diajukan. Namun, Arif malah meminta surat kuasa dan bersikeras ingin memfoto Kartu Tanda Advokat (KTA) kuasa hukum korban, yang jelas melanggar hak privasi.
“Baik, surat kuasa silakan dipoto, tapi untuk KTA tidak bisa, ini privasi saya,” tegas Andri.
Selain itu, korban tidak menerima Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK), yang merupakan pelanggaran prosedur hukum. Alih-alih memberikan klarifikasi, Arif justru menunjukkan sikap arogan dan menantang korban untuk melanjutkan kasus ini ke pengadilan.
“Silakan bapak ajukan perdata. Apapun data yang diminta dari pengadilan, saya akan keluarkan. Kita tindaklanjuti ke pengadilan,” ucapnya dengan nada menantang.
Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan bahwa PT Dipo Star Finance memang bekerja sama dengan PT Solusi Prima Utama dalam proses penarikan kendaraan, namun dengan metode yang tidak sesuai prosedur hukum. Jika benar demikian, maka tindakan kolektor eksternal ini bukan sekadar aksi sepihak, melainkan perintah dari PT Dipo Star Finance sendiri.
Merasa dipermainkan, Jeppy dan tim kuasa hukumnya kini bersiap membawa kasus ini ke Polda Banten untuk menempuh jalur hukum yang lebih tegas. Sebelumnya, laporan ke Polresta Serang Kota tidak mendapatkan tanggapan dengan alasan yang tidak jelas.
Pelaporan ke Polda Banten akan didampingi oleh H. Arya, Kabid Hukum DPP PPBNI Satria Banten. Langkah ini diambil sebagai bentuk perlawanan terhadap dugaan praktik premanisme berkedok prosedur penarikan kendaraan.
Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum. Apakah keadilan akan berpihak kepada korban, atau praktik semacam ini akan terus berlangsung tanpa hukuman?
(Red)






