Kota Tangerang, Info7.id | Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Mufti Mubarok Menghimbau pada konsumen untuk tidak panic buying saat Ramadhan dan jelang hari raya Idul fitri.
“Kepada pegadang untuk tidak memanfaatkan aji mumpung dan memanfaat. Situasi untuk tidak menaikkan harga harga harga kebutuhan pokok,” kata Mufti saat melakukan sidak di Pasar Anyar pada Rabu (04/03/2023).
Untuk pemerintah harus melakukan kontrol harga secara ketat di samping memastikan
ketersedian bahan bahan kebutuhan pokok yang sudah rutin tiap tahun saat puasa maupun hari raya Kenaikan beberapa komoditas menjelang idul fitri ini tidak semata-mata terpusat pada pedagang eceran dipasar, tetapi juga terkait dengan peranan agen, distributor atau bandar yang memang perlu dilakukan pengawasan oleh dinas atau instansi terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Disisi lain, praktek-praktek dagang/jualan menjelang hari raya keagamaan ini yang sering terjadi adalah obral atau discount yang di mark up dulu (menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral).
Wakil Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN-RI, Firman Turmantara menyampaikan, Hal ini jelas melanggar UU Perlindungan Konsumen dan dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah. Selain itu praktek dagang/jualan yang sering terjadi menjelang iedul fitri dan hari raya keagamaan itu adalah yang melanggar ketentuan Pasal 8 UUPK yang sanksinya bisa dipidana lebih berat lagi maksimal 5 tahun penjara atau denda 2 milyar.
Menurut Firman, kenaikan komoditas cabai sendiri memang selalu terjadi setiap momen tahunan itu. Kemudian, bawang juga jadi produk yang turut melambung tinggi.
“Praktek dagang dengan memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa menjelang Iedul Fitri ini dapat diresum menjadi 11 bentuk kecurangan, yaitu : (1) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; (2) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; (3) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; (4) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket
atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; (5) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut,” ujar Firman di lokasi, Selasa (4/4/2023).
Firman membahas untuk selanjutnya yang keenam, tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; (7) tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; (8) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; (9) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat; (10) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (11) memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar serta memperdagangka sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Tutup firman. (Red)