Jakarta, Info7.id – Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengeluarkan pernyataan kontroversial. Ia menyebut Malaysia harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau dikembalikan karena wilayah itu adalah Tanah Melayu.
“Kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu,” ujar Mahathir di Selangor, Minggu (19/6/2022).Seperti dikutip dari The Straits Times, politikus berusia 96 tahun itu berbicara dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi non-pemerintah di bawah bendera Kongres Survival Melayu (Kongres untuk Kelangsungan Hidup Melayu) dan bertema Aku Melayu: Survival Bermula (Saya Melayu: Kelangsungan Hidup Dimulai).
Pernyataan itu mendapatkan tanggapan dari Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perlu dikonfirmasi apakah pernyataan Mahathir Mohamad merupakan posisi resmi Pemerintah Malaysia. Kalau tidak, maka pernyataan tersebut hanyalah pandangan pribadi,” kata Jaleswari dalam pesan singkat seperti dikutip dari Antara, Selasa (21/6/2022).
Jaleswari menegaskan, secara objektif, untuk menentukan pemegang kedaulatan atas suatu wilayah, hukum kebiasaan internasional maupun berbagai preseden putusan pengadilan internasional telah memberikan standar kendali efektif yang harus dipenuhi oleh suatu pemerintah terhadap wilayah yang diklaim.
“Hingga detik ini, satu-satunya entitas yang memiliki kendali atas wilayah Provinsi Riau adalah Pemerintah Republik Indonesia,” ujarnya.
Hal tersebut, kata Jaleswari, bisa dilihat dari adanya administrasi pemerintahan Indonesia di Provinsi Riau yang dilakukan melalui proses demokratis, kapasitas menerapkan hukum nasional, pencatatan kependudukan, kemampuan penegakan hukum, dan unsur-unsur lain yang hanya bisa diterapkan oleh entitas pemerintah yang sah.
Mahathir Mohamad, seperti dikutip Straits Times, mengatakan bahwa Singapura pernah dimiliki oleh Johor dan Negara Bagian Johor harus menuntut agar Singapura dikembalikan ke Johor dan ke Malaysia.
“Namun, tidak ada tuntutan apapun terhadap Singapura. Sebaliknya, kami menunjukkan apresiasi kami kepada kepemimpinan negara baru bernama Singapura ini,” tambah Mahathir.
Mahathir juga mengatakan, pemerintah Malaysia menganggap lebih berharga bahwa mereka memenangkan kendali atas pulau Sipadan dan Ligitan di kawasan sekitar Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ), sambil menyerahkan Pedra Branca kepada Singapura.
Mahathir menyebut Pedra Branca sebagai sepotong batu seukuran meja.
Pedra Branca atau disebut juga Pulau Batu Puteh bersama pulau kecil di bagian selatan Selat Singapura, yaitu Batuan Tengah (Middle Rocks) dan Pinggiran Selatan (South Ledge) menjadi objek sengketa antara Singapura dan Malaysia pada 1979.
Sengketa itu diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2008. Diputuskan bahwa Singapura berdaulat atas Batu Puteh dan Malaysia berdaulat atas Batuan Tengah.
“Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh dikembalikan kepada kita. Kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu,” kata Mahathir disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin.
Dalam pidato pembukaannya yang disiarkan langsung di media sosial, Mahathir yang kini adalah anggota parlemen untuk Langkawi, mengatakan bahwa apa yang dikenal sebagai Tanah Melayu dulu sangat luas.
Tanah Melayu membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan sampai ke Kepulauan Riau dan Singapura. Namun, sekarang terbatas di Semenanjung Malaya.
“Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya akan menjadi milik orang lain di masa depan,” katanya.
Pada acara yang sangat kental nuansa kemelayuannya itu Mahathir juga mengatakan bahwa Malaysia saat ini bukan milik bumiputera, karena banyak orang Melayu yang tetap miskin dan cenderung menjual tanahnya.
Mahathir mendesak pendengarnya untuk belajar dari masa lalu. “Jika kami menemukan kami salah, kami harus memperbaiki kesalahan ini sehingga tanah kami tetap Tanah Melayu,” ujarnya.
ICJ pada 2002 memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dan bukan milik Indonesia.
Pada 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra Branca milik Singapura, sementara kedaulatan atas Middle Rocks di dekatnya diberikan kepada Malaysia.
Pada 2017, Malaysia mengajukan permohonan kepada ICJ untuk merevisi putusan ini. Tetapi pada Mei 2018, setelah Mahathir menjadi perdana menteri lagi, Malaysia mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan proses tersebut.
Sumber: BeritaSatu.com